Laman

Selasa, 01 Januari 2013

puasa... oh puasa...


Ruangan kelas riuh redam oleh suara-suara mahasiswa yang entah sedang ngobrol atau teriak-teriak tidak jelas, mencoba melawak secara acak mungkin, Cuma gue yang berkutat dengan novel yang sedang guw baca, sekali dua mencoba mencuri pandang dengan seorang gadis bermata coklat secoklat rambutnya yang duduk di pojok, ia sedang ngobrol dengan teman sebangkunya, juga sekali dua beradu pandang sama gue. Ah.. gue memang ga pandai dalam soal ini, saat gue kembali membaca novel, gue lihat dari pinggir mata gue dia berangsut berdiri, berjalan ke arah gue.
Gue tentu saja berusaha mengendalikan debaran jantung yang berdetak berkali-kali lipat lebih cepat. merubah posisi gue karena gugup. semakin dekat, semakin aneh, karena ruang semakin sepi seiring kakinya melangkah ke arah gue. hingga tingga kami berdua di ruangan itu. ia membungkukkan badannya lalu mengarahkan bibirnya kearah telinga gue. "hei, bangun..." anehnya suara itu terdengar seperti..
“ayo bangun Dit, udah jam berapa nih!” dan benar saja ibu gue sudah melotot dihadapan gue dengan muka juteknya.
“iya iya, ini udah bangun daritadi ko” jawabku sekenanya, urung mengeluarkan alasan-alasan yang sudah pasti bisa ditebaknya, bergegas mandi setelah mimpi yang ga ‘basah’ namun tetap membuat gue deg-degan.
###
“Bu, ngga sarapan ?” setelah mengambil roti sobek isi coklat diatas kulkas lalu duduk dimeja makan, ibu sedang membereskan baju-baju yang tadi disetrika.
“ngga, ibu lagi puasa Dit.” Jawabnya singkat tanpa menoleh ke arah gue. Puasa? Ah paling juga puasa sunah senin kamis seperti biasa.
“Radit berangkat ya bu, melekum..”
 “salam yg bener! Kebiasaan nih anak. Walekum salam.” Teriak ibu dari dalam rumah.
+++
Bicara soal cinta pandangan pertama, sebenarnya bisa saja untuk dijelaskan, semua tentang dia itu selalu indah dimata kita, cara dia jalan walaupun gayanya sama dengan jutaan cewek dimuka bumi, tapi tetap saja indah di mata kita, seakan setiap dia lewat di depan kita itu gerakannya tiba-tiba jadi slow motion, cara dia senyum, walaupun biasa saja, tapi buat kita yang lagi dirundung cinta, biang gula aja bisa jadi kalah manisnya sama senyum cewek yang kita taksir. Belum lagi cara dia bicara, menyapa, melirik dan sebagainya, atau mungkin beberapa kasus ada yang sampai-sampai kentutnya aja jadi indah. Tapi kasus itu amat jarang, dan amat jorok pastinya. perasaan itu cepat sekali tumbuh di dalam dada, sial nya perasaan itu sama kaya perut yang lagi mules, yah.. memang sih bukan analogi yang baik, tapi coba deh bayangain, kita ga pernah bisa nebak kan jam berapa tepatnya perut kita mules buat buang air besar? Rasa –mules- itu datang begitu saja, merusak semua konsentrasi, bikin keringet dingin kalo ditahan. Persis yang saat ini gue alamin, bukan mulesnya tentunya, tapi cinta pandangan pertamanya.
Namanya Julia mahesti putri, dia anak terakhir dari dua bersaudara, kakanya Maharani prihartini (jangan tanya kenapa gue bisa tahu itu semua), dia suka banget sama permen sampai-sampai pernah kepergok dosen killer lagi ngemut permen dan alhasil dia dikeluarin dari kelas, tapi bodohnya gue pun nekat makan permen juga Cuma biar bisa nemenin dia diluar kelas. Jujur .. sejak rasa suka sama cewek ini datang, gue jadi semangat banget ke kampus, walaupun semangat buat belajarnya tetap aja mati suri, tapi seengganya ada sesuatu yang bikin gue semangat. Setibanya dikampus gue buru-buru naik tangga menuju kelas. Namun kali ini agak aneh, karena satupun temen sekelas gue ngga ada disana. Cuma ada dosen mata kuliah dan asistannya.
“hmm permisi bu, kelas nya udah selesai ya?” gue berusaha mengatur nafas yang tersengal karena habis naik tangga dengan kecepatan tinggi saking pengen cepet-cepet ketemu pujaan hati.
“Mas kelas berapa ya?” Dosen balik nanya dengan santainya, seakan ngga peduli dengan keadaan gue yang masi ngos-ngosan.
“12.1b.07 bu.”
“hmm sbentar ya mas, saya cek jadwal dulu.” Beliau pun membuka file jadwalnya di laptop.
“wah mas, jadwal saya di kelas anda itu besok hari kamis jam delapan tepat.”
“lho sekarang kan hari kamis bu.” Gue berusaha untuk ngga terlalu terlihat bodoh, karena jika itu terjadi lengkaplah sudah penderitaan gue hari ini.
“sekarang hari rabu mas, mas salah jadwal nih kayanya.” Dosen itu menyeringai. Setelah gue cek kalender di handphone, ternyata benar hari ini hari rabu. Dan muara ke-apes-an gue ini adalah saat gue mengira kalau ibu gue itu puasa sunah senin-kamis, dengan bodohnya gue beranggapan kalau hari ini hari kamis. Sesimpel itu ternyata alasan gue buat salah jadwal, dan tentu muara kedua kesialan gue hari ini adalah niat kuliah gue -pengen nembak cewek- yang sangat ga pantes dicontoh di rumah apalagi dikehidupan sehari-hari.
Hari ini ada beberapa pelajaran yang bisa gue ambil, pertama: puasa sunah itu bukan Cuma senin-kamis. Kedua: niat kuliah harus lurus pengen belajar. Dan yang terakhir: jangan sampai salah jadwal kuliah, karena itu –pasti- membuat lo terlihat bodoh dihadapan dosen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar