Ruangan
kelas riuh redam oleh suara-suara mahasiswa yang entah sedang ngobrol atau
teriak-teriak tidak jelas, mencoba melawak secara acak mungkin, Cuma gue yang
berkutat dengan novel yang sedang guw baca, sekali dua mencoba mencuri pandang dengan
seorang gadis bermata coklat secoklat rambutnya yang duduk di pojok, ia sedang
ngobrol dengan teman sebangkunya, juga sekali dua beradu pandang sama gue. Ah..
gue memang ga pandai dalam soal ini, saat gue kembali membaca novel, gue lihat
dari pinggir mata gue dia berangsut berdiri, berjalan ke arah gue.
Gue
tentu saja berusaha mengendalikan debaran jantung yang berdetak berkali-kali
lipat lebih cepat. merubah posisi gue karena gugup. semakin dekat, semakin
aneh, karena ruang semakin sepi seiring kakinya melangkah ke arah gue. hingga
tingga kami berdua di ruangan itu. ia membungkukkan badannya lalu mengarahkan
bibirnya kearah telinga gue. "hei, bangun..." anehnya suara itu
terdengar seperti..
“ayo
bangun Dit, udah jam berapa nih!” dan benar saja ibu gue sudah melotot
dihadapan gue dengan muka juteknya.
“iya
iya, ini udah bangun daritadi ko” jawabku sekenanya, urung mengeluarkan
alasan-alasan yang sudah pasti bisa ditebaknya, bergegas mandi setelah mimpi
yang ga ‘basah’ namun tetap membuat gue deg-degan.
###
“Bu,
ngga sarapan ?” setelah mengambil roti sobek isi coklat diatas kulkas lalu
duduk dimeja makan, ibu sedang membereskan baju-baju yang tadi disetrika.
“ngga,
ibu lagi puasa Dit.” Jawabnya singkat tanpa menoleh ke arah gue. Puasa? Ah
paling juga puasa sunah senin kamis seperti biasa.
“Radit
berangkat ya bu, melekum..”
“salam yg bener! Kebiasaan nih anak. Walekum
salam.” Teriak ibu dari dalam rumah.
+++
Bicara
soal cinta pandangan pertama, sebenarnya bisa saja untuk dijelaskan, semua
tentang dia itu selalu indah dimata kita, cara dia jalan walaupun gayanya sama
dengan jutaan cewek dimuka bumi, tapi tetap saja indah di mata kita, seakan
setiap dia lewat di depan kita itu gerakannya tiba-tiba jadi slow motion, cara
dia senyum, walaupun biasa saja, tapi buat kita yang lagi dirundung cinta,
biang gula aja bisa jadi kalah manisnya sama senyum cewek yang kita taksir.
Belum lagi cara dia bicara, menyapa, melirik dan sebagainya, atau mungkin
beberapa kasus ada yang sampai-sampai kentutnya aja jadi indah. Tapi kasus itu
amat jarang, dan amat jorok pastinya. perasaan itu cepat sekali tumbuh di dalam
dada, sial nya perasaan itu sama kaya perut yang lagi mules, yah.. memang sih
bukan analogi yang baik, tapi coba deh bayangain, kita ga pernah bisa nebak kan
jam berapa tepatnya perut kita mules buat buang air besar? Rasa –mules- itu
datang begitu saja, merusak semua konsentrasi, bikin keringet dingin kalo
ditahan. Persis yang saat ini gue alamin, bukan mulesnya tentunya, tapi cinta
pandangan pertamanya.
Namanya
Julia mahesti putri, dia anak terakhir dari dua bersaudara, kakanya Maharani
prihartini (jangan tanya kenapa gue bisa tahu itu semua), dia suka banget sama
permen sampai-sampai pernah kepergok dosen killer lagi ngemut permen dan
alhasil dia dikeluarin dari kelas, tapi bodohnya gue pun nekat makan permen
juga Cuma biar bisa nemenin dia diluar kelas. Jujur .. sejak rasa suka sama
cewek ini datang, gue jadi semangat banget ke kampus, walaupun semangat buat
belajarnya tetap aja mati suri, tapi seengganya ada sesuatu yang bikin gue
semangat. Setibanya dikampus gue buru-buru naik tangga menuju kelas. Namun kali
ini agak aneh, karena satupun temen sekelas gue ngga ada disana. Cuma ada dosen
mata kuliah dan asistannya.
“hmm
permisi bu, kelas nya udah selesai ya?” gue berusaha mengatur nafas yang
tersengal karena habis naik tangga dengan kecepatan tinggi saking pengen
cepet-cepet ketemu pujaan hati.
“Mas
kelas berapa ya?” Dosen balik nanya dengan santainya, seakan ngga peduli dengan
keadaan gue yang masi ngos-ngosan.
“12.1b.07
bu.”
“hmm
sbentar ya mas, saya cek jadwal dulu.” Beliau pun membuka file jadwalnya di
laptop.
“wah
mas, jadwal saya di kelas anda itu besok hari kamis jam delapan tepat.”
“lho
sekarang kan hari kamis bu.” Gue berusaha untuk ngga terlalu terlihat bodoh,
karena jika itu terjadi lengkaplah sudah penderitaan gue hari ini.
“sekarang
hari rabu mas, mas salah jadwal nih kayanya.” Dosen itu menyeringai. Setelah
gue cek kalender di handphone, ternyata benar hari ini hari rabu. Dan muara
ke-apes-an gue ini adalah saat gue mengira kalau ibu gue itu puasa sunah
senin-kamis, dengan bodohnya gue beranggapan kalau hari ini hari kamis.
Sesimpel itu ternyata alasan gue buat salah jadwal, dan tentu muara kedua
kesialan gue hari ini adalah niat kuliah gue -pengen nembak cewek- yang sangat
ga pantes dicontoh di rumah apalagi dikehidupan sehari-hari.
Hari
ini ada beberapa pelajaran yang bisa gue ambil, pertama: puasa sunah itu bukan
Cuma senin-kamis. Kedua: niat kuliah harus lurus pengen belajar. Dan yang
terakhir: jangan sampai salah jadwal kuliah, karena itu –pasti- membuat lo
terlihat bodoh dihadapan dosen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar